Rabu, 09 Maret 2011
Bisnis Foto Makanan Yang Semakin Menggoda
Perkembangan dunia kuliner Indonesia mendorong perkembangan usaha foto khusus makanan dan food photography. Tak heran, banyak orang kemudian terjun ke bidang ini. Tugas utama mereka adalah menghasilkan foto makanan yang mengundang air liur.
Air liur Anda menetes saat melihat iklan produk makanan di majalah? Awas, Anda tengah berada dalam pengaruh "hipnotis" ilmu fotografi makanan atau food photography.
Ya, menggiurkan atau tidaknya sebuah iklan makanan memang sangat tergantung kualitas fotonya. Nah, fotografer makanan memiliki keahlian khusus untuk menciptakan foto-foto makanan atau minuman yang menggugah selera.
Seiring perkembangan zaman, jumlah fotografer yang menekuni food photography ini terus bertambah. Maklum, permintaan pasar terus meningkat. Mengerjakan foto iklan makanan hanya salah satu contoh proyek yang digarap fotografer khusus ini. Ada segudang proyek lain yang biasa mereka garap. Sebut saja foto menu restoran, foto kemasan produk makanan atau minuman, foto katalog produk, foto resep untuk majalah, dan masih banyak lagi.
Foodtograf adalah salah satu contoh usaha yang mengkhususkan diri dalam bidang food photography. Foodtograf menggandeng dua fotografer, yakni Himawan Sutanto dan Antonius Riva. Mereka juga menggandeng beberapa penata saji food stylist. Maklum, fotografi makanan memang sering membutuhkan jasa penata saji ini. "Target pasar kita adalah pelaku usaha kuliner," ujar Tia Wongso, pemilik Foodtograf.
Tia memasang tarif pemotretan mulai Rp 500.000 sampai Rp 5 juta per paket. Ini belum termasuk bayaran untuk jasa food stylist. Dengan tarif sebesar itu, Tia mengaku mengantongi omzet hingga Rp 40 juta per bulan. Meski pasarnya masih terbatas di Jakarta, jumlah klien tetap Foodtograf sudah mencapai sekitar 10 perusahaan.
Para pengguna jasa food photography juga mengenal nama Iswanto Soerjanto. Fotografer ini sudah lama malang melintang di dunia fotografi makanan di dalam maupun luar negeri. Selain berkiprah di Indonesia, kini, Iswanto juga menjadi associate photographer The Looop International yang berbasis di Singapura.
Di luar foto menu, Iswanto sudah sangat banyak memiliki pengalaman memotret produk-produk makanan dan minuman kemasan.
Tentu saja, tarif pemotretan produk makanan dan minuman kemasan lebih besar, mulai Rp 5 juta hingga Rp 20 juta per sesi. "Karena makanan resto lebih sederhana dan menonjolkan food illustration, kalau makanan kemasan merupakan ilustrasi produk, jadi produknya harus menonjol, makanannya tidak," ungkap Iswanto.
Pemain lainnya adalah Chandra Setyakusumah. Chandra yang berkecimpung di bisnis pendukung kuliner membangun usaha foto makanan bersama saudaranya dua tahun lalu di Bandung. Mereka mengibarkan bendera usaha bernama Quantum Food.
Ide Chandra bermula saat melihat usaha kuliner berkembang pesat di Kota Kembang. Dengan latar belakang pendidikan tata boga, Chandra menggandeng Andrian yang kebetulan seorang fotografer. Quantum memasang tarif Rp 750.000-Rp 7,5 juta per paket. Angka tersebut sangat tergantung paket dan tingkat kesulitannya.
Dalam sebulan, Chandra bisa mendekap penghasilan dari usaha foto makanan dan minuman sampai Rp 90 juta dari sekitar 25 pelanggan. Pendapatannya bisa meningkat hingga 35% saat memasuki Natal, Tahun Baru, dan hari raya besar lainnya. Pelanggannya banyak berasal dari pelaku usaha kuliner di Bandung, Jakarta, dan Bali
Kepuasan klien menjadi kunci sukses usaha food photography ini. Karena itu, para fotografer harus selalu mengasah keahlian maupun kreativitas mereka.
Asal tahu saja, memotret makanan dan minuman agar membangkitkan selera membutuhkan trik-trik khusus. Selain agar hasil foto lebih sempurna, banyak hal teknis yang harus menjadi pertimbangan.
Saat memotret produk es krim, misalnya, fotografer tidak memakai es krim asli. Karena, es akan meleleh terkena panas lampu. "Jadi, kami membuat adonan yang mirip es krim aslinya, walau tidak bisa dimakan," katanya.
Untuk mendapatkan efek cipratan air sirup, Chandra bilang, ia juga butuh waktu lama. Untuk produk susu, ia biasa memakai cat tembok.
Agar fokus di penataan angle dan pencahayaan, biasanya, seorang fotografer menggandeng food stylistsebagai mitra. Nah, penata saji inilah yang bertanggung jawab menata makanan agar siap difoto. Mereka juga membantu fotografer mengatur komposisi objek yang akan difoto. Tentu saja, semuanya harus memperoleh persetujuan dari klien yang menggunakan jasa mereka.
Iswanto melihat, prospek usaha food photograpy ini masih sangat cerah. Ada beberapa hal yang menjadi penyebabnya. Pertama, industri makanan di Indonesia semakin berkembang. Sebagai buktinya, usaha restoran semakin menjamur Kondisi di negara-negara Asia yang lain juga tak jauh berbeda . Makanya, "Banyak juga permintaan (foto) dari Thailand dan Malaysia," kata dia.
Kedua, pemainnya belum banyak. Sebab, tidak banyak orang yang mau menekuni bisnis ini karena membutuhkan ketelitian dan waktu yang lebih lama. "Banyak orang yang juga tidak mempunyai passion di kuliner. Kalau mau terjun harus tahu latar belakang kuliner, jadi harus banyak belajar soal makanan," saran Iswanto.
Daniel Iskandar, fotografer Photopoint juga mengamini pendapat Iswanto. Maklum, seni fotografi makanan dan minuman memang sangat rumit dan detail. Jika tidak memiliki passion, si fotografer pasti tak sabar.